Kemelut

RUU tengah malam kembali mendapat ketukan palu.

Untuk kesekian kalinya, gelapnya malam kembali dipilih guna menyetujui sebuah hal yang dianggap masyarakat tak berpihak kepada rakyat, dan tabu.
Kenapa harus malam? Apa karena peraturan yang dicanangkan tak jelas dan merasa abu-abu?
Kenapa harus malam? Apa karena merasa RUU yang dicanangkan hanya memihak tokoh dan pihak tertentu?
Atau guna menyamarkan hal-hal yang dirasa rumit dan akhirnya dijadikan makin kelabu?

Seolah rakyat tidak tahu akan apa yang terjadi setelah disetujuinya RUU?
Seolah hanya mereka yang memiliki wewenang penuh?
Seolah hanya mereka yang memiliki hak penuh?
Mereka menyetujui RUU yang sangat jelas tidak memihak rakyat yang sudah dibuat untuk percaya pada mereka, padahal dahulu, orang yang katanya wakil rakyat meminta kepada rakyat untuk memilih mereka dengan menghalalkan segala cara tanpa tahu malu.

Buruh dan pekerja kembali menjadi korban dari ketukan palu.
Tanpa banyak daya, hanya demonstrasi yang bisa dilakukan buruh.
Hanya demonstrasi yang bisa dilakukan sembari berharap akan adanya revisi RUU yang telah diketuk palu.
Apa sedikitpun tidak terlintas di benak anggota dewan yang katanya terhormat itu?
Bahwa dengan RUU tersebut, sebagian besar masyarakat akan terjerat dalam jeratan yang pilu.
Kalau kata Kunto Aji, Pilu Membiru.

Belum cerahnya musibah pandemi Corona, semakin membuat suasana keruh.
PSBB yang menjadi fatwa temporary, dianggap tak sedikitpun membantu.
Faktanya, grafik kian melambung tinggi dan jauh.
Lagi-lagi, yang tercekik adalah pekerja dan buruh.

Ditambah lagi Menkes Terawan, yang dimata orang awam menjadi garda terdepan, menjadi jenderal, menjadi panglima untuk bersama-sama mengarungi musibah pandemi dari awal tahun, akhir-akhir ini menghilang bak orang yang tak tahu harus apa. Lalu??

Pilkada. Pilkada menjadi prosesi yang harus dan wajib dilaksanakan, bahkan ditengah pandemi yang kian tak menentu.
Entah darimana dan bagaimana. Pilkada bisa terus dijalankan tanpa sedikitpun diganggu.
Mundur? Tidak bisa. Apakah semendesak itu Pilkada bagi negeri ini dan orang-orang yang haus akan kekuasaan itu?
Atau semendesak itu Pilkada tetap digelar untuk mengganti sosok sosok yang dianggap tak mampu?
Atau semendesak itu Pilkada digelar untuk menggulingkan lawan lama digelaran terdahulu?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama